Laman

Saturday, April 11, 2015

PENDAYAGUNAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT



PENDAHULUAN
           
Berbagai program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang telah dilaksanakan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun perlu didukung dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat lainnya.
Dengan pendayagunaan zakat, tentunya.
Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zakat seyogyanya menjadi dana produktif agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati akan tetapi juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk kemaslahatan umat.
Hasil penghimpunan zakat haruslah berputar, tak lagi hanya sekedar untuk dikonsumsi, akan tetapi perlu dimanfaatkan, agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi produktif. Produktif, artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas manfaat dari sesuatu.
Berikut akan kami uraikan bagaimana aspek manajemen pendayagunaan zakat, dengan demikian, diharapkan zakat mampu membantu pemerintah dalam upaya penyejahteraan masyarakat.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aspek Manajemen
Aspek Manajemen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari beberapa aspek kajian dalam sebuah laporan kegiatan organisasi. Keberhasilan suatu proyek/kegiatan yang telah dinyatakan layak untuk dikembangkan, sangat dipengaruhi oleh peranan manajemen dalam pencapaian tujuan  proyek/kegiatan.
Aspek manajemen dalam hal  ini menyangkut fungsi-fungsi manajemen secara umum yaitu sebagai berikut:[1]
1.      Planning (Perencanaan)
Perencanaan adalah penentuan sasaran yang ingin dicapai, tindakan yang harus dilakukan, bentuk organisasi yang tepat untuk mencapainya dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.[2]
Proses perencanaan terdiri dari beberapa langkah, yaitu:[3]
  • Perkiraan dan penghitungan masa depan
  • Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
  • Penetapan tindakan-tindakan dan prioritas pelaksanaannya 
  • Penetapan metode 
  • Penetapan penjadwalan waktu 
  • Penempatan lokasi 
  • Penetapan biaya, fasilitas, dan faktor-faktor lain yang diperlukan.

2.      Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah membagi pekerjaan yang telah ditetapkan kepada anggota organisasi sehingga pekerjaan terbagi ke dalam unit-unit kerja. Pembagian pekerjaan ini disertai pendelegasian kewenangan agar masing-masing melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab. Untuk mengatur urutan proses berjalalnnya arus kerja perlu dibuat ketentuan mengenai prosedur dan hubungan kerja antar unit.
Pengorganisasian adalah penetapan struktur peran melalui penentuan berbagai aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan dan bagian-bagiannya, pengelompokan aktivitas, penugasan, pendelegasian wewenang, serta pengkoordinasian hubungan wewenang dan informasi dalam struktur organisasi.[4]
Langkah pokok dalam proses pengorganisasian:[5] 
  • Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan  
  • Pembagian kerja ke dalam aktivitas-aktivitas secara logis dan dapat dilakukan oleh seseorang  atau sekelompok orang  
  • Mengelompokkan aktivitas yang sama menjadi departemen dan menyusun skema kerja sama 
  • Menetapkan mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan anggota dalam kesatuan kerja 
  • Membantu efektivitas organisasi dan mengambil langkah penyesuaian untuk mempertahankan  atau meningkatkan efektivitas.

3.      Actuating (Pelaksanaan)
Penggerakan adalah upaya manajer dalam menggerakkan anggotanya untuk melakkukan pekerjaan secara efektif dan efisien berdasarkan perencanaan dan pembagian tugas. Untuk menggerakkan para anggotanya diperlukan tindakan motivasi, menjalin hubungan, penyelenggaraan komunikasi, dan pengembangan atau peningkatan pelaksana.[6]
Berikut adalah fungsi penggerakan, yaitu:[7]
  • Memperngaruhi orang lain untuk mengikuti perintah atau arahan pimpinan  
  • Melunakkan daya resistensi pada seseorang 
  • Membuat orang lain menyukai tugasnya sehingga dapat mengerjakan dengan baik 
  • Mendapaatkan dan memelihara kecintaan kepada pimpinan, tugas serta organisasi 
  • Menanamkan dan memupuk tanggung jawab secara penuh

4.      Controling (Pengawasan)
Pengawasan dan pengendalian dilakukan agar aktivitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Bila terjadi deviasi (penyimpangan), maka manajer segera memberikan peringatan untuk meluruskan kembali langkah-langkah agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pengawasan adalah upaya sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan, merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja actual dengan standar yang telah ditentukan, menetapkan apakah terjadi penyimpangan atau tidak, dan mengukur signifikansi penyimpangan bila terjadi penyimpangan, serta mengambil tindakan perbaikan untuk menjamin bahwa semua sumber daya telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi.[8]
 

B.     Aspek Manajemen Zakat
Pendayagunaa merupakan kegiatan untuk memberikan multimanfaat bagi mustahik zakat dengan memanfaatkan hasil penghimpunan zakat. Dalam hal ini berarti dana zakat berorientasi pada kegiatan produktif, bukan hanya konsumtif.
Aspek manajemen zakat merupakan hal yang penting dan fundamental. pengelolaan zakat dilakukan mengikuti manajemen modern. Dalam kelembagaan pengelolaan zakat terdapat unsur, pertimbagan, unsur pengawas, unsur pelaksana. Keberadaan tiga unsur dalam kelembagaan pengelolaan zakat menunjukkan adanya penerapan manajemen modern dalam pengelolaan zakat.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 yang sudah diamandemen menjadi UU No.23 Tahun 2011 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”.
Kualitas manajemen suatu lembaga pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. 
  1. Amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang dibangun
  2. Sikap profesional. Sifat amanah belumlah cukup, harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya
  3. Transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasionalnya, yaitu: 
  Pertama, Aspek Kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, pengumpul zakat seharusnya memperhatikan berbagai faktor, yaitu: visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, aliansi strategis.
  Kedua, Aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
  Ketiga, Aspek Sistem Pengelolaan. Pengumpul zakat harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah lembaga tersebut harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, manajemen yang terbuka, mempunyai activity plan, mempunyai lending commite, memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, diaudit, publikasi, dan perbaikan secara berkala.
Pendayagunaan zakat menurut Pedoman Pelaksanaan Zakat di DKI Jakarta ditetapkan sebagai berikut:[9] 
  1. Bersifat edukatif, produktif, dan ekonomis agar para mustahik pada suatu masa tidak  memerlukan zakat lagi, dan diharapkan perlahan menjadi muzakki
  2. Untuk fakir miskin, muallaf, dan ibnu sabil, pendayagunaan zakat dititikberatkan pada pribadinya bukan pada lembaga hokum yang mengurusnya. Kebijakan ini dilakukan agar unsure pendidikan dalam pendistribusian zakat lebih terasa
  3. Bagi kelompok ami, gharim,  dan sabilillah, pendayagunaan dititikberatkan pada bagan hokum atau lembaga yang menanunginya 
  4. Dana-dana zakat yang tersedia tidak diberikan langsung kepada mustahik melainkan dengan memanfaatkan layanan pada bank pemerintah untuk disimpan berupa giro, deposito, atau sertifikat atas nama badan amil zakat yang bersangkutan.

C.    Aspek Manajemen Pemberdayaan Zakat

1.      Pola Pengumpulan Zakat (Fundraising)
  • Pemerintah tidak melakukan pengumpulan zakat. Melainkan hanya berfungsi sebagai Motivator, Regulator, dan fasilitator dalam pegumpulan zakat.
  •  Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.
  • Pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat melalui conter zakat, unit pengumpulan zakat, pos, bank, pemotongan gaji, dan pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
2.      Pola Pendistribusian Zakat (Distribution)
  • Pengertian Pola
     Pola adalah gambaran yang dipakai untuk contoh. Pola adalah bentuk yang dipakai sebagai acuan atau dasar membuat/melaksanakan sesuatu yang dapat menguntungkan manusia.
Pola pendistribusian zakat adalah bentuk penyaluran dana zakat dari muzzaki kepada mustahik dengan melalui amil.
  • Macam-macam Pola Pendistribusian Zakat
     Kalau kita melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di plikasikan pada kondisi sekarang . Kita dapati bahwa penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola kontemporer/produktif.
  1. Pola Tradisional/Konsumtif (Bantuan Sesaat) yaitu penyaluran batuan dana zakat diberikan langsung kepada mustahik. 
  2. Pola Kontemporer/Produktif (Bantuan Pemberdayaan)
Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis.
3.       Pola Pendayagunaan Zakat
  • Pengertian Pola dan Pendayagunaan
     “Pola” dalam kamus besar bahasa Indonesi artinya sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan “Pendayagunaan” adalah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil atau pengusahaan (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik.
     Pola pendayagunaan zakat adalah cara atau sistem distribusi dan alokasi dana zakat berdasarkan tuntutan perkembangan zaman dan sesuai dengan cita dan rasa syari’at, pesan dan kesan ajaran Islam.
  • Sasaran Pendayagunaan Zakat (Empowering).
     Allah SWT menetapkan delapan golongan mustahik (asnaf Mustahik). Terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
     klasifikasi golongan mustahik dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu : kelompok permanen dan kelompok temporer.
     1). kelompok pemanen : fakir, miskin, amil, dan muallaf. Empat golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelolaan zakat dan karena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu penerima berganti-ganti.
     2). Kelompok temporer : riqob, ghorimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Empat golongan mustahik kini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu organisasi pengelolaan zakat

D.    Aspek Manajemen Pendayagunaan Zakat
Salah satu fungsi zakat adalah fungsi sosial sebagai sarana saling berhubungan sesame manusia, antara muzakki dengan mustahik, dan juga para amil. Oleh karena itu, dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial masyarakat, sehingga tidak hanya bersifat konsumtif yang habis terpakai, tetapi juga menjadikan dana zakat bersifat produktif agar manfaat yang diberikan lebih luas dan besar. Dengan demikian, diharapkan dana zakat mampu membuka kesempatan berkembang bagi para mustahik agar di kemudian hari menjadi muzakki.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu tidak mudah dalam upayanya, diperlukan fungsi-fungsi manajemen untuk mengatur dan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dalam pendayagunaan zakat sesuai dengan apa yang direncanakan untuk mencapai tujuan.
Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan untuk memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf.
Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari penghimpunan sampai dengan pendistribusian, dilakukan oleh sekelompok orang atau dalam bentuk lembaga karena tidak mungkin jika dilakukan hanya seorang. Dalam operasional zakat, ada kegiatan mendelegasikan tugas yang dilakukan oleh para amil zakat. Inilah yang mendasari bahwa zakat harus dikelola secara profesional dan terorganisir.
Manajemen pendayagunaan zakat berarti membahas usaha yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah, sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dua sisi. Pada satu sisi zakat merupakan ibadah yang berfungsi sebagai penyucian terhadap harta dan diri pemiliknya, pada sisi lain zakat mengandung makna sosial yang tinggi. Dengan semakin luasnya objek zakat dengan jenis usaha yang sangat variatif di bidang pertanian, perindustrian, peternakan dan profesi semakin besar peluang untuk penggalangan dana dari sektor zakat. Akan tetapi kesuksesan dalam penggalangan dana saja tidak akan mencapai sasaran, jika pendayagunaan dana zakat tidak dikelola secara profesional.
Manajemen pendayagunaan zakat berarti membahas usaha yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah, sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.



DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, Evaluasi Pelaksanaan Program Kemiskinan Terpadu 2000, ( Jakarta:BPS, 2001)
Yayat M. Herujito, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta:PT. Grasindo, 2001)
A. M. Kadarman, Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:PT. Prenhallindo, 2001)
Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993)
Adi Kadarmin dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1999)
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI-Press, 1998)
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA, Manajemen Pendayagunaan Zakat dan Wakaf,




[1] Yayat M. Herujito, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta:PT. Grasindo, 2001), h. 18.
[2] A. M. Kadarman, Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:PT. Prenhallindo, 2001), h. 54.
[3] Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-3, h. 54.
[4] Ibid, h. 82
[5] Yayat M. Harujito, Op.cit, h. 126-127
[6] Abdul Rosyad Shaleh, Op.cit, h. 112.
[7] Adi Kadarmin dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 87-88.
[8] A.M. Kadarman dan Yusuf Udaya, Op.cit, h. 161
[9] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI-Press, 1998), h. 68-70

2 comments: